Landasan.id – Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menelan ratusan korban jiwa meninggal dunia membuat kelompok Aremania bersatu dan menuntut usut tuntas.
Peristiwa kelam itu terjadi selepas kekalahan 2-3 Arema FC dari Persebaya pada pekan ke-11 Liga 1 2022/2023. Seusai laga ratusan Aremania masuk ke lapangan pertandingan. Hal ini disikapi dengan represif oleh aparat. Kericuhan tak terelakkan. Dalam situasi ricuh itu, polisi menembakkan gas air mata. Bukan hanya ke lapangan pertandingan, tetapi juga ke tribun penonton. Mereka yang tak tahu apa-apa ikut diserang gas air mata.
Meninggalnya ratusan Aremania ini dinilai bukan hal biasa. Gas air mata yang ditembakkan polisi ke tribune penonton adalah sebab utama jatuhnya korban luka dan meninggal, terlepas ada persoalan pintu yang tertutup. Dadang Indarto, mewakili Aremania yang masih berkabung, memastikan kelompok suporter Arema FC tak akan tinggal diam. Mereka akan bergerak dan menuntut pemerintah mengusut kasus tersebut hingga tuntas tanpa bekas. “Hari Kamis, [6/10], bertempat di Gedung KNPI, izinkan kami untuk memberikan sebuah informasi untuk teman-teman semua, bahwa selama ini informasi yang beredar sangatlah keliru,” kata Dadang yang duduk di sebelah dirigen senior Aremania Yuli Sumpil.
“Oleh karena itu, kami mengambil sikap, Aremania sudah siap bersatu kembali, untuk menyatukan tekad, membuka kebenaran yang ada, membuka tabir-tabir yang ada, tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022,” ucap Dadang. Seusai itu Dadang membacakan pernyataan tertulis Aremania. Hal itu sengaja dibacakan dan bukan dirilis karena saat ini Aremania masih berduka. Berikut ini pernyataan Aremania atas Tragedi Kanjuruhan: “Bismillah, hari ini, Kamis, 6 Oktober 2022, kami tim gabungan Aremania, yang merupakan persatuan individu, korwil, dan komunitas Aremania, secara resmi membentuk sebuah kolaborasi bersama di Gedung KNPI, Jalan Kawi, Malang.” “Adapun, tim ini dibentuk bertujuan untuk mengusut tuntas, mengungkap kebenaran, dan penegakan keadilan bagi korban, dan keluarga korban dalam tragedi kemanusiaan, tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM di Stadion Kanjuruhan, 1 Oktober 2022.” “Sebelumnya, kami juga mohon maaf belum memberi keterangan pers resmi terhadap tuntutan-tuntutan kami dikarenakan kami masih dalam suasana berduka, dan tujuh hari, masih esok hari, Jumat, 7 Oktober 2022.”
Selepas jumpa pers, tak ada sesi tanya jawab untuk Aremania. Yuli Sumpil yang malam itu mengenakan sweater merah lebih banyak menunduk dan tatapan matanya mengawang-awang. Mimik serupa diperlihatkan pentolan Aremania lainnya.
Andy Irfan, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Kontras yang juga mewakili Aremania, lantas angkat suara. Pria berambut ikal tersebut memastikan Aremania akan mengawal Tim Gabungan Pencari Fakta Independen (TGPFI) pimpinan Mahfud MD. Sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) kinerja TGPFI belum jelas. Pernyataan sang ketua dan wakil, Menpora Zainudin Amali, malah membuat publik tak puas. “Dari tim gabungan pencari fakta independen sendiri, beberapa pernyataan saya pikir penuh polemik, dengan memberikan tendensi negatif kepada suporter,” kata Andy saat ditemui usai jumpa pers di Malang, Kamis (7/10). “Sedari awal, kami menemukan fakta kuat bahwa ini karena kekerasan berlebihan dari aparat keamanan. Sekarang kita sedang mencari bukti, apakah kekerasan itu merupakan bentuk kelalaian, atau merupakan tindakan terstruktur kepolisian,” ujarnya.
Dalam analisis Andy dan rekan-rekan Aremania, polisi tidak menembak secara acak ke tribune Stadion Kanjuruhan. Gas air mata sengaja diarahkan ke tribune, meski mereka tahu penonton di tribune bukan pelanggar.
“Ini bukan petugas yang menembak secara acak. Petugas menembak secara jelas, sistematis. Jumlah pelurunya ke mana arahnya, bukan kepanikan. Petugas gak panik, itu dari keterangan di lapangan, mereka sengaja menembak,” ucap Andy. Mengenai keputusan polisi yang telah menetapkan enam tersangka, tak ingin dikomentari Aremania. Mereka benar-benar tak ingin melakukan aksi dan memberikan komentar selama masa duka. Setelah tujuh hari, mereka akan beraksi.
Pihak Kepolisian sendiri sudah menetapkan enam tersangka atas Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 131 orang. Keenamnya adalah Direktur LIB Ahkmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema Abdul Haris, SS selaku security officer Panpel Arema, WS Kabag Ops Polres Malang, H komandan kompi Brimob Polda Jawa Timur, dan BS selaku Kasat Samapta Polres Malang. Pihak TGIPF sendiri sudah menerima perwakilan suporter Indonesia di Kantor Kemenko Polhukam pada Kamis sore kemarin. Dalam pertemuan itu anggota TGIPF, Kurniawan Dwi Yulianto, mengatakan pihaknya akan menerima semua masukan suporter untuk menjadi bahan evaluasi tim.
Sumber : CNN indonesia.com