Jakarta, Landasan.id – Seorang turis pria asal Amerika Serikat terkena tembak di wajahnya dan dirampok saat berkendara di daerah rawan kejahatan setelah tiba di Cape Town, ibu kota Afrika Selatan.
Turis bernama Walter Fischel itu mengaku mengikuti arah Google Maps atau GMaps saat sampai ke lingkungan rawan kasus kriminal itu. Dia berencana menuntut Google atas kejadian yang menimpanya di Cape Town.
Seperti dikutip Stuff, barang-barang dan mobil sewaan Walter Fischel dicuri setelah dia mengikuti panduan dari navigasi satelit yang menyarankan jalan pintas melalui daerah bernama Nyanga, yang terkenal kejam di Cape Town.
Lokasi Nyanga dekat dengan bandara, yang menerima ratusan ribu pengunjung setiap tahunnya. Namun, jalan-jalan di sana pernah mendapat julukan “ibu kota pembunuhan” Afrika Selatan.
Fischel adalah salah satu dari beberapa turis yang secara tidak sadar diserang di Nyanga tahun lalu, setelah diduga mengikuti navigasi satelit menuju bahaya.
Kar Hao Teoh, seorang ahli bedah ortopedi asal Inggris, ditembak mati pada bulan Agustus 2023 di Nyanga setelah GPS-nya diduga mengalihkannya dari jalan raya N2.
Serentetan insiden yang terjadi tahun lalu membuat Kementerian Luar Negeri dan Departemen Luar Negeri AS memperbarui saran perjalanan dan memperingatkan pengunjung agar tidak mengambil jalan pintas navigasi GPS di jalan-jalan kecil.
Google pun kemudian menghapus Nyanga dari pintasan pada bulan November 2023, setelah melakukan pembicaraan dengan otoritas pariwisata Afrika Selatan.
Juru bicara Google mengatakan kepada The Telegraph pada Desember lalu mengenai pembaruan yang tidak lagi menyertakan Nyanga dalam navigasi satelit.
“Kami telah memperbarui Google Maps dan menyediakan rute alternatif bagi pengguna kami yang melewati persimpangan Nyanga,” ujarnya kepada The Telegraph.
“Rute baru ini membawa pengguna menjauh dari daerah yang telah dilaporkan oleh pihak berwenang sebagai pusat kejahatan dan memastikan mereka sampai ke tujuan dengan aman,” tambahnya.
Fischel sendiri mengatakan bahwa Google Maps sebelum insiden yang dialaminya, sudah mengetahui tentang situasi di Nyanga, namun tetap mengarahkan ke kawasan rawan kejahatan itu.
“Sebelum saya datang ke Cape Town, Google Maps sudah mengetahui bahwa Nyanga adalah area yang bermasalah namun masih tercantum dalam peta rute,” ucap Fischel kepada News24.
“Mengapa mereka tidak menghapusnya sejak lama, itu di luar jangkauan saya. Mereka telah menyebabkan kerusakan besar pada kesehatan mental dan proses penyembuhan saya,” imbuhnya.
Selain Fischel, pasangan Amerika Serikat Jason dan Katharine Zoladz, dari Los Angeles juga dilaporkan menggugat perusahaan teknologi tersebut setelah mereka mengikuti aplikasi tersebut ke Nyanga dan dirampok pada Oktober lalu.
Pasangan ini ketakutan dan berlumuran darah setelah pelaku penyerangan di Nyanga melemparkan lempengan paving lewat jendela samping mereka, sehingga mematahkan rahang Zoladz.
Kasus mereka yang diajukan pada Januari 2024 di Pengadilan Tinggi Santa Clara County di California menyatakan bahwa geng perampok di Nyanga dikenal kerap menunggu wisatawan yang bepergian dengan mobil sewaan di Cape Town.
“Mereka akan menyerang mobil dengan melemparkan batu bata atau batu besar melalui jendela mobil, menyerang penumpang dengan kekerasan. dan mencuri barang-barang berharga,” bunyi keterangan di pengadilan.
Sumber : CNN Indonesia.com