Landasan.id – JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan fenomena iklim El Nino akan mulai terjadi bulan ini dan mencapai puncaknya di akhir tahun.
El Nino, yang terpantau lewat El Niño-Southern Oscillation (ENSO), merupakan peristiwa perubahan angin dan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik yang berdampak pada iklim global berupa penurunan curah hujan.
Indikatornya tercantum dalam Indeks Nino 3.4. Makin naik suhunya, makin jelas pula kemunculan El Nino. Sebaliknya, makin turun maka makin jelas kemunculan fenomena La Nina yang memicu kenaikan curah hujan.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Klimatologi BMKG Urip Haryoko menuturkan, berdasarkan pengamatan pihaknya suhu muka laut di Samudra Pasifik, La Niña berakhir pada Februari 2023. Sepanjang periode Maret-April 2023, ia menyebut ENSO berada pada fase Netral, yang mengindikasikan ketiadaan gangguan iklim dari Samudra Pasifik.
Urip pun mengungkap ada peluang besar peralihan ke El Nino bulan ini.
“Dengan peluang >80%, ENSO Netral diprediksi mulai beralih menuju fase El Niño pada periode Juni 2023 dan diprediksi akan berlangsung dengan intensitas lemah hingga moderat,” tuturnya, dalam keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com pada Rabu, 31 Mei 2023.
Pihaknya juga memprediksi puncak El Nino, yang berarti merupakan puncak anomali suhu di Samudera Pasifik (indeks El Nino), bukan puncak kekeringan di Indonesia, “akan terjadi pada November – Desember.”
“Secara umum El Nino akan mengakibatkan iklim kering di Indonesia, terutama pada periode Juni hingga Oktober. Oleh karena itu dampak El Nino akan terasa lebih signifikan pada periode tersebut karena bersamaan dengan periode kemarau di Indonesia,” urai Urip.
Dampak fenomena El Nino, kata dia, umumnya akan mengakibatkan curah hujan yang turun lebih rendah dibanding dengan rata-ratanya, terutama pada periode Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON).
Menurutnya, berdasarkan catatan sejarah masa lalu, El Nino yang terjadi setelah pertengahan tahun umumnya berlangsung dengan durasi yang pendek (5-7 bulan).
“BMKG memprediksi El Nino dapat terjadi hingga periode Maret – April 2024,” ucap dia.
Urip juga mengungkap kondisi fenomena iklim lainnya yang berpengaruh ke Indonesia, yakni Indian Ocean Dipole (IOD), mulai berlangsung bulan ini.
“Gangguan iklim dari Samudra Hindia, yaitu IOD, saat ini juga berada pada fase Netral dan diprediksi berpeluang akan beralih menuju fase IOD Positif mulai Juni hingga Oktober 2023,” ungkapnya.
Prediksi AS
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), pada awal Mei, sempat memperkirakan kemungkinan El Nino mulai terjadi antara Mei dan Juli dengan peluang 60 persen.
Sementara, National Atmospheric and Oceanic Administration (NOAA) AS, 11 Mei, memprediksi El Nino punya kemungkinan 90 persen El Nino akan bertahan hingga 2024.
“Perhatikan daerah tropis, dan jangan berkedip,” ujar Nathaniel Johnson seorang ahli meteorologi di Laboratorium Dinamika Cairan Geofisika NOAA, dikutip dari LiveScience.
“Kondisinya berkembang dengan cepat!,” lanjut dia.
NOAA juga memprediksi kemungkinan yang muncul adalah El Nino moderat; suhu permukaan laut akan naik 1º celsius. Meski begitu, NOAA mengatakan ada 55 persen kemungkinan El Nino kuat, dengan suhu permukaan laut akan naik 1,5º celcius.
Merespons prediksi ini, Urip menyebut “belum ada model prediksi yang dapat memastikan bahwa El Nino akan bertahan hingga akhir 2024.”
Sumber : Republika.co.id